PENCEGAHAN PERILAKU BULLIYING DI SEKOLAH
- Kamis, 28 Desember 2023
- Administrator
- 0 komentar
OLEH: SITI NURHALISA, S.Pd
Di era globalisasi yang semakin canggih, arus informasi semakin beragam dan semakin cepat diakses oleh semua kalangan termasuk anak-anak, tidak hanya informasi yang positif tetapi ada juga informasi yang negatif seperti perilaku Bulliying. Masih banyak siswa yang marak melakukan Bulliying tanpa disadari oleh beberapa siswa bahwa mereka itu melakukan tindakan Bulliying terhadap teman-temannya disekolah. Hal ini dipengarruhi dari teknologi terutama pada gadget.
Banyak dampak buruk yang terjadi setelah terjadinya aksi bullying tersebut. Bullying. bisa diterima siapa saja dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Bahkan yang tidak berencana untuk membully seseorang nyatanya sudah menjadi pelaku bullying. Banyak dari pelaku bullying yang tidak sadar bahwa dia melakukan bullying terhadap temannya, bullying terjadi di manapun dan kapanpun tetapi kebanyakan bullying terjadi di lingkungan sekolah dan lingkungan bermain.
Bullying dapat didefinisikan sebagai sebuah tindakan atau perilaku agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah (Olweus dalam Geldard, 2012).
Bullying merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada remaja sekolah. Namun, kasus ini masih kurang mendapat perhatian karena seringkali dianggap sebagai hal yang biasa terjadi di sekolah. Di Indonesia sendiri, sudah banyak korban dari bullying yang tidak disadari oleh pelaku, korban bullying hanya bisa diam, pasrah dan tidak dapat melawan.
Contoh kasus terjadi pada seorang siswa SMP bahwa sering memanggil nama orang tua sampai akhirnya si korban tidak menerima, hampir setiap hari si pelaku memanggil nama orang tua dan juga sering meminta uang kepada sikorban apabila tidak memberikan uang tersebut akan melakukan tindak kekerasan dengan cara memukul. Contoh lain datang dari siswa yang IQ nya rendah sering diolok-olok oleh teman sekelasnya, kadang-kadang siswa tersebut dipanggil anak yang bodoh. Hal ini terjadi disekolah- sekolah yang sudah tidak asing lagi.
Bentuk perilaku bullying dibagi menjadi empat jenis, yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional, dan bullying cyber. Bullying fisik merupakan bullying yang melibatkan kontak fisik yaitu, memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barang-barang milik anak yang tertindas.
Bullying verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual.
Bullying relasional pelemahan harga diri korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecuali an, atau penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan.
Bullying cybber adalah bullying menggunakan sarana elektronik dan fasilitas internet seperti komputer, handphone, kamera, dan website atau situs pertemanan jejaring sosial diantaranya, chatting room, e- mail, facebook, twitter dan sebagainya. Hal tersebut ditunjukkan untuk meneror korban bullying dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, video atau film yan sifatnya mengintimidasi, menyakiti dan menyudutkan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam pola jaringan sosial. Ada dua perspektif pada orientasi perubahan ini. Salah satunya adalah bahwa, semakin seorang individu menghabiskan lebih banyak waktu di Internet, semakin berkurang waktu yang tersedia untuk berinteraksi dengan orang lain. Akibatnya, penggunaan Internet berdampak pada penurunan intensitas interaksi sosial di dunia offline.
Menurut (Beane, 2008) dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa factor yang menyebabkan bullying, diantaranya yaitu ada factor individu dan factor social. Faktor individu yaitu biologis dan tempramen. Biologis beberapa ahli percaya bahwa agresi adalah dasar karakteristik manusia yang melekat, tetapi factor biologis tertentu dapat meningkatkan tingkat agresi diluar norma yang dapat diterima. Tempramen anak adalah factor yang signifikan terhadap bullying. Tempramen dapat didefinisikan sebagai campuran unsure-unsur atau kualitas yang membentuk kepribadian seorang individu. Misalnya seorang anak dengan tempramen lebih cenderung agresif dibandingkan anak yang memiliki tempramen tenang.
Factor sosial yaitu media, prasangka, kecemburuan, kelompok pertemanan, lingkungan masyarakat. Media memiliki dampak yang luar biasa pada anak-anak saat ini, beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak yang melihat banyak kekerasan di televisi, video, video game, dan film menjadi lebih agresif dan kurang empati terhadap orang lain. Prasangka adalah sikap kita kepada situasi tertentu atau kearah sekelompok orang, sikap yang kita adopsi tanpa pertimbangan yang cukup fakta tentang situasi atau kelompok. Orang yang berprasangka membuat penilaian tentang orang lain pada keyakinan tidak berdasar. Perbedaan individu dalam penampilan, perilaku, atau bahasa dapat memicu terjadinya prasangka dan dapat menyebab kan bullying.
Kecemburuan merupakan pendorong yang kuat untuk bullying. terutama dikalangan anak-anak perempuan, Anak- anak sering menyerang orang-orang yang dianggap lebih baik dari pada rata-rata; terlalu menarik, terlalu kaya, terlalu populer, dan sebagainya. Kelompok pertemanan anak anak mungkin ditolak bukan karena perilaku atau karakteristik yang mereka miliki, namun karena peer group membutuhkan target untuk ditolak. Lingkungan masyarakat anak-anak yang dikelilingi oleh orang-orang dengan moral yang baik akan kecil kemungkinannya untuk menjadi pelaku bullying .
Bullying merupakan permasalahan yang dampaknya harus ditanggung oleh semua pihak. Baik itu korban, pelaku, maupun bystander. Bagi pelaku bullying gangguan social-psikologis yang sering muncul adalah depresi, kesepian, dan isolasi social. Dalam Hawker dan Bulton mengemukakan hasil bahwa menjadi korban bullying sangat berkaitan dengan depresi, kesepian, dan self-esteem yang rendah. Dampak bagi bystander, gangguan yang muncul adalah kecemasan dan penurunan kadar kortisol (Carney et al., 2010).
Menurut (Coloroso, 2007) menyatakan korban bullying biasanya merupakan anak baru di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah, biasanya yang lebih kecil, tekadang ketakutan, mungkin tidak terlindung, anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya dan biasanya sangat peka, menghindari teman sebaya untuk menghindari kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk meminta pertolongan. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa cemas, kurang percaya diri, mudah dipimpin dan anak yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam kemarahan orang lain, anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain, anak yang tidak mau berkelahi, lebih suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, anak yang pemalu, menyembunyi kan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatiaan orang lain, pengugup, dan peka.